Daftar Isi :





Kamis, 09 Agustus 2012

Ada Apa Dengan Susuku...?

Di umur anak saya yang ke-11 bulan, tak disangka tak dinyana saya berkenalan dengan sahabat baru, Kurir ASI. Iyah, saya seperti ibu lainnya memang idealis. Walau bekerja, tetap ingin memberikan ASI untuk anak saya.

Tentang kandungan ASI dan kehebatannya tak perlulah saya jabarkan di sini. Jika kitab suci saja mengagungkan kehebatannya siapa yang mau mengelak. Begini deh, sebagaimana dijabarkan dr. Wiyarni Pambudi melalui akun twitternya @drOei, sel otak memerlukan protein taurin, asam lemak omega-3&6 serta AA dan DHA sebagai bahan pokok jaringan otak dan saraf mata.

Jaringan serabut saraf otak memerlukan laktosa dan kolesterol, lapisan pembungkus sel saraf memerlukan kolin untuk membentuk fosfolipid dan sfingomielin yang memengaruhi fungsi belajar.

Neurotransmitter otak dibentuk oleh asam amino tirosin dan triptofan yang mengontrol nafsu makan, pola tidur, memori, atensi, respons emosi termasuk juga persepsi terhadap rasa sakit dan sukacita, perhatian dan perlunya adaptasi terhadap perubahan lingkungan.

Semua nama-nama asing itu berlimpah jumlahnya di setetes ASI. Jadi, kandungan di dalam ASI diharapkan meningkatkan kecerdasan tidak hanya intelegensia tetapi juga emosi dan spiritual. Ha! Hebat kan?

Saat ini, program ASI Eksklusif memang sedang galak-galaknya. Begitu galaknya sampai ada jenjang strata seperti pendidikan formal. Kuliah di perguruan tinggi (S1) lanjut ke jenjang master (S2) dan terus mengejar doktoral (S3).

Yah, namanya juga meraih cita-cita setinggi langit. Boleh dong kalau ibu bekerja juga ingin mengejar gelar doktoral ASI untuk bayinya? Dalam gelar strata ASI, yang namanya S1 ASI (6 bulan full asi tanpa setetes air putih pun), S2 ASI (1 tahun full ASI, tanpa bantuan susu formula apalagi UHT) dan S3 ASI (2 tahun full ASI, tanpa bantuan susu formula dan UHT). Yang terbayang hanya dua kata: kerja keras!

Untuk meraih gelar kesarjanaan ASI ini bukanlah hal yang gampang bagi ibu bekerja. Waktu cuti hamil selama tiga bulan sih semua aman dan terkontrol. Tetapi setelah masuk kantor? Terpaksalah kami-kami ini bergelut dengan waktu untuk memompa ASI di waktu kerja.

Sebagian dari kami harus memompa di tempat terpenuh bakteri yang mungkin ada di suatu bangunan, toilet. Sebagian dari kami harus memompa di bawah meja. Ada memang yang beruntung mendapatkan fasilitas pumping room di kantor, tetapi jelas tidak semua.

Saya sendiri bisa dibilang lumayan beruntung. Setiap empat jam sekali bisa menutup pintu, membuka pakaian, browsing, dan membiarkan mesin menyedot ASI saya untuk kemudian dibekukan dan pada gilirannya dihidangkan untuk anak saya.

Walau idealis, saya sih bukan ekstrimis. Hanya saja kebetulan S1 ASI sudah di tangan dan S2 ASI di pengujung mata. Tanggung kan kalau tidak lanjut?

Lima belas hari sebelum anak saya ulang tahun yang pertama, pukul dua siang pengasuh saya kirim SMS "Bu, susu Adek habis. Gimana ini?". Stok ASI saya habis bis sementara anak saya bisa ngamuk berat kalau belum kenyang minum ASI. Sisa hari itu saya dedikasikan sepenuhnya untuk memompa. Setiap dua jam sekali. Ledes ledes deh..

Pukul lima sore, tiga botol kaca sudah terperah. Sekarang pe ernya adalah: bagaimana cara supaya tiga botol kaca ini bisa dipakai sebagai pengantar tidur anak saya? Jam pulang kantor saya jam enam sore. Sama persis dengan jam tidur anak saya. Perjalanan dari tengah Jakarta ke pinggir kota bisa memakan waktu tiga jam lamanya. Kemacetan Jakarta bisa benar-benar kejam bagi susu-susu itu. Terlalu lama. Cannot do!

Akhirnya, ke google saya kembali. Mencari dengan key word "Kurir + ASI". Memang mereka-mereka ini penyelamat bagi kami, ibu bekerja. Sungguh besar dukungan komunitas untuk menyusui hingga tercetus ide usaha pengantar jemputan ASI.

Bayangkan, walau ditinggal ibunya ke kantor, bayi-bayi di rumah tetap bisa mendapatkan kolin, dha, aa, omega dan nama-nama asing yang terkandung di ASI  (walau si ASI harus dikempit Om Kurir ASI ketika menembus kemacetan).

Semua nomor telepon Kurir ASI yang tersaji saya telepon satu-satu. Tetapi tidak ada yang bersedia mengantar ASI dari Thamrin ke Bintaro Sektor 9 di pukul lima sore pada bulan puasa. Akhirnya, setelah sekian lama saya tidak merayu, saya merayu operator Kurir ASI. Dan, sebagaimana rayuan saya terakhir ketika pacaran dulu, berhasil!

Pukul 5.30 sore, seorang kurir datang membawa cooler box, mengambil botol-botol kaca saya dengan hati-hati, meletakkan botol-botol berisi cairan berharga di dalam boks, menyelipkan kertas koran untuk menjaga kestabilan suhu dan siap membelah Jakarta dan segala kemacetan di sore harinya demi mengantarkan makan malam anak saya. God bless you.

Hari ini, 14 hari menuju S2 ASI. Empat belas hari menuju ulang tahun pertama anak saya. Dengan persediaan ASI kosong, 14 hari bukan berarti 2 minggu. Empat belas hari tanpa ASI persediaan bagi Ibu Bekerja dan Menyusui bagaikan 14 abad dengan teror di setiap harinya. Teror berupa SMS pengasuh anak di rumah memberitakan anak menangis kelaparan tapi tidak ada ASI di kulkas.

Ah, tetapi dengan bekal berupa 250 gram daging untuk makan siang, 1 gelas besar jus pare, 1 butir semangka, 1 liter sari kacang hijau, 1 liter susu dan dukungan penuh dari si sahabat saya yang baru, siapa yang bisa gentar? S2 ASI, bring it on!
source

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih Kunjungannya, Silahkan Komentarnya ditunggu....